Langsung ke konten utama

Kok Masih Single?

Dari skala 0-10, seberapa greget kamu dengan pertanyaan ini? (0 sangat tidak greget, 10 sangat amat greget) :D sila dijawab sendiri .. ๐Ÿ˜‰๐Ÿ˜…

Photo by Alex Blฤƒjan on Unsplash

Yup, pertanyaan ini merupakan salah satu pertanyaan yang umumnya bikin greget hingga greget bingizt, dihindari, dan atau dikategorikan sebagai pertanyaan yang sensitif. Sebagian besar orang beranggapan bahwa status dalam berelasi merupakan ranah pribadi bagi mereka, sehingga tampak kurang sopan jika mencoba membahas hal tersebut. Karena itu, menanggapi pertanyaan ini juga muncul beragam respons yang menurut hemat saya, kadang kala bukan untuk menjawab pertanyaannya, tetapi lebih kepada “menghindar” a.k.a ngeles. Namun, tujuannya bisa dipahami juga sih, yaitu supaya tidak dibahas lebih lanjut, dan mungkin ada juga yang ingin memberikan “efek jerah” kepada orang-orang yang menanyakan hal tersebut. Well, apapun motif di balik respons yang diberikan, bukan itu yang ingin saya bahas. saya juga tidak sedang ingin menjawab pertanyaan tersebut.. ๐Ÿ˜‹๐Ÿ˜

Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, wajar aja sih kalau ditanya “kok masih single?” saat emang masih single.. haha.. ya iyalah, kalau sudah gak single, ngapain ditanya.. tapi pemikiran sederhana ini membuat saya merenung dan mencoba bertanya pada diri saya sendiri. Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri seperti: “Iya ya.. kenapa saya masih single?, apakah ada yang salah dengan saya?, atau para pria takut mendekati saya? dll. Jujur saja, atas pertanyaan-pertanyaan ini, saya pun belum menemukan jawaban yang saya yakin sepenuhnya benar. Tetapi bertanya pada diri sendiri menolong saya menyadari banyak hal berkaitan dengan diri saya sendiri.

Photo by Anna Earl on Unsplash

Mengajukan pertanyaan pada diri sendiri, akan menolong kita untuk mengevaluasi diri sendiri, berefleksi, dan perlahan berhenti menyalahkan keadaan atau orang lain di luar diri kita. Bertanya pada diri membuka ruang bagi saya untuk mengoreksi cara pandang dan respons saya terhadap situasi diri sendiri dan bagaimana memandang orang lain. Dengan mengoreksi atau evaluasi diri tersebut, kita akan menemukan bagian-bagian diri yang perlu dibenahi sekaligus belajar untuk mengasihi dan menerima diri saya sendiri. Langkah ini juga menolong saya untuk memikirkan proyek pengembangan diri entah itu skill atau soft skill tertentu yang ingin saya kuasai, atau menambah wawasan dalam satu bidang tertentu yang menjadi minat saya, dan menemukan beragam cara untuk saya dapat menjadi saluran berkat bagi kehidupan orang lain.

Photo by Dan Meyers on Unsplash

Apakah ini membuat segalanya jadi lebih mudah? Tidak juga.. ๐Ÿ˜‚ Tak dapat dipungkiri, masih akan tetap ada waktu di mana rasa sepi menghantui, ada masa mengasihani diri, dan bahkan kadang juga protes sama Tuhan. Tetapi, tentu itu tidak berlarut-larut karena belajar juga memberi ruang bagi diri untuk memeluk rasa yang menghampiri. Di samping itu, belajar juga bahwa sebenarnya hidup itu tidak melulu soal pasangan hidup. Ada banyak aspek lain yang perlu kita pikirkan dan jalani sembari menanti jawaban Tuhan atas doa akan pasangan hidup. Dan kalau kita sebagai anak-anak Tuhan, maka identitas kita itu terletak pada fakta bahwa kita adalah gambar dan rupa Allah, dan kita adalah milik-Nya yang dikasihi-Nya, dengan atau tanpa pasangan. Sebagai anak-Nya, kita juga tidak akan ditinggal sendiri dalam kesendirian kita. Jadi walau tak selalu mudah, mari merangkul anugerah yang Tuhan sudah sediakan dan kita dapat bertumbuh dalam masa-masa single ini.

Tuhan menyertai!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menggandeng Rasa Takut!

Photo by  Thought Catalog  on  Unsplash      Sejak pandemi Covid-19, saat semua orang diwajibkan untuk #dirumahaja (meskipun ada juga yang tidak bisa melakukannya karena situasi dan kondisi hidup yang tidak mudah), saya begitu terkesima menyaksikan banyak sekali teman yang menghasilkan konten kreatif dan menarik di lini massa, baik itu YouTube, Instagram, podcast, dll. Webinar dan pertemuan-pertemuan online juga bak jamur pohon sehabis musim hujan, lumayan banyak bermunculan :D Oh ya, awalnya saya juga berpikir, bagaimana saya bisa contribute something di masa-masa pandemi ini ya.. sebenarnya waktu itu ada beberapa ide yang muncul, tapi karena kuliah masih berjalan dan tugas kuliah lumayan banyak juga, akhirnya niat tinggallah niat :)      Terus, sekarang sedang jeda sebelum masuk semester baru ka.. niatnya gak dilaksanakan? Nah.. itu dia masalahnya.. tapi sekaligus menjadi hal yang ku syukuri. Kok bisa? Ok.. jadi sebagai seorang introvert (tapi gaul -- lebih ke ambivert sebenarnya), s

Jangan takut, percaya saja.. :D

Kisah seorang kepala rumah ibadat bernama Yairus.. dia datang kepada Yesus dan meminta Yesus untuk menyembukan anaknya yang sedang kritis (hampir mati).. Yesus menerima permintaan Yairus, dan mereka pun berangkat... tapi, di perjalanan, ada banyak halangan ternyata yang menyebabkan mereka tidak sampai dengan cepat di rumah Yairus.... PERTAMA.. dalam perjalanan ini, Yesus diikuti oleh orang banyak. orang banyak itu berbondong - bondong dan berdesak-desakan, dan yang pasti itu akan menghalangi jalan mereka untuk bisa cepat sampai di rumah Yairus.. KEDUA... dalam perjalanan itu, seorang perempuan yang mengalami sakit pendarahan selama 12 tahun, memberanikan diri menyentuh jubah Yesus dan berharap dapat sembuh dari penyakitnya itu.. dan ajaib benar bahwa dia sembuh seketika... :-D tapi ceritanya tidak berhenti di situ... Yesus yang dijamah jubahNYA, merasakan ada kuasa keluar dari diriNYA dan Yesus berhenti lalu melihat sekelilingnya untuk mencari orang yang menyentuh jubahNYA.. pere