Langsung ke konten utama

Memilih Sekolah untuk Anak




Saya baru tahu kalau bulan-bulan ini adalah masa-masa orang tua sibuk mencari dan memilih sekolah untuk anaknya. Sekolah-sekolah juga sudah mulai membuka pendaftaran untuk murid baru yang akan masuk tahun ajaran 2018/2019 meskipun baru akan mulai proses pembelajaran di bulan Juni atau juli tahun depan. Sekolah-sekolah khusus di kota besar, pun berlomba-lomba untuk memberikan penawaran menarik kepada orang tua. Penawarannya mulai dari biaya yang cukup terjangkau atau diskon-diskon, sarana dan prasarana yang memadai, dan lain sebagainya. 

Banyaknya pilihan dan tawaran ternyata membuat beberapa orang tua menjadi agak bingung dalam memilih sekolah untuk anaknya. Namun saya belajar dari kakak-kakak di tempat saya bekerja. Mereka sedang mencari Sekolah Dasar untuk anak mereka. Lewat obrolan mereka saya memahami apa yang menjadi pergumulan mereka dan apa yang menjadi poin pertimbangan untuk memilih sekolah bagi anak mereka. Jika kebanyakan orang tua memilih sekolah dengan pertimbangan biaya atau karena dengar kata orang bahwa sekolah cukup bagus, atau karena ingin anaknya pintar dan berhasil (padahal belum menjadi jaminan jika sekolah-sekolah tertentu dapat mencetak anak-anak yang semua bisa berhasil dalam standar orang tua), kakak-kakak saya ini agak unik.

Hal pertama yang mereka gumulkan adalah jika anaknya masuk sekolah A atau B, apakah anaknya akan berkembang dalam berbagai aspek (Rohani, mental, keterampilan, karakter, dan pengetahuan). Lalu bagaimana dengan lingkungan sekolah itu? Apakah akan menolong anaknya untuk berkembang dalam kemampuan sosialnya ataukah anaknya akan sanggup menghadapi kemungkinan bullying dari teman-temannya di sekolah tersebut?. Selain itu, minat anaknya juga menjadi pertimbangan mereka. Apakah minat dan bakat anaknya dapat tersalurkan dan berkembang di sekolah yang akan dipilih tersebut. Jika hal-hal tersebut bisa terpenuhi, baru mereka akan mempertimbangkan kesanggupan mereka dalam hal biaya atau hal-hal yang lainnya misalnya jarak sekolah dengan rumah, dll.

Pada intinya, dalam memilih sekolah untuk anaknya, mereka sangat berorientasi pada kepentingan dan kebutuhan anak sebelum memikirkan keinginan atau memenuhi ambisi mereka untuk membuat anaknya kelak jadi sukses dan pintar. Tidak terkecuali pada anak-anak yang sudah mulai remaja (masuk SMP atau SMA), pertimbangan kepentingan dan kebutuhan anak pun harus tetap dipertimbangkan. Hanya, mungkin yang sedikit berbeda adalah jika anak-anak sudah mau masuk SMP dan SMA maka mereka bisa diajak untuk berdiskusi dalam menentukan sekolah mereka nantinya, bahkan sangat memungkinkan untuk mengajak mereka “survey” atau menjajaki sekolah-sekolah yang ada. Hal ini sangat penting karena dari beberapa kasus yang saya temui, beberapa orang tua yang memaksa anaknya untuk masuk sekolah tertentu pada akhirnya repot dan bingung sendiri karena anaknya bermasalah di sekolah pilihan orang tua tersebut, bahkan ada yang hampir tiap tahun pindah sekolah karena anaknya dianggap bermasalah, padahal belum tentu sepenuhnya si anak yang bermasalah.

Jika pilihan sekolah tepat, anak-anak akan bertumbuh menjadi pribadi yang matang, dewasa, dan terampil menghadapi tantangan hidup yang makin keras ke depannya dan juga akan menghasilkan generasi-generasi yang bisa berkontribusi bagi masyarakat, bangsa dan negara bahkan dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kok Masih Single?

Dari skala 0-10, seberapa greget  kamu dengan pertanyaan ini? (0 sangat tidak greget , 10 sangat amat greget ) :D sila dijawab sendiri .. ๐Ÿ˜‰๐Ÿ˜… Photo by Alex Blฤƒjan on Unsplash Yup, pertanyaan ini merupakan salah satu pertanyaan yang umumnya bikin greget hingga greget bingizt,  dihindari, dan atau dikategorikan sebagai pertanyaan yang sensitif. Sebagian besar orang beranggapan bahwa status dalam berelasi merupakan ranah pribadi bagi mereka, sehingga tampak kurang sopan jika mencoba membahas hal tersebut. Karena itu, menanggapi pertanyaan ini juga muncul beragam respons yang menurut hemat saya, kadang kala bukan untuk menjawab pertanyaannya, tetapi lebih kepada “menghindar” a.k.a ngeles. Namun, tujuannya bisa dipahami juga sih, yaitu supaya tidak dibahas lebih lanjut, dan mungkin ada juga yang ingin memberikan “efek jerah” kepada orang-orang yang menanyakan hal tersebut. Well , apapun motif di balik respons yang diberikan, bukan itu yang ingin saya bahas. saya juga tidak sedang ingin men

Menggandeng Rasa Takut!

Photo by  Thought Catalog  on  Unsplash      Sejak pandemi Covid-19, saat semua orang diwajibkan untuk #dirumahaja (meskipun ada juga yang tidak bisa melakukannya karena situasi dan kondisi hidup yang tidak mudah), saya begitu terkesima menyaksikan banyak sekali teman yang menghasilkan konten kreatif dan menarik di lini massa, baik itu YouTube, Instagram, podcast, dll. Webinar dan pertemuan-pertemuan online juga bak jamur pohon sehabis musim hujan, lumayan banyak bermunculan :D Oh ya, awalnya saya juga berpikir, bagaimana saya bisa contribute something di masa-masa pandemi ini ya.. sebenarnya waktu itu ada beberapa ide yang muncul, tapi karena kuliah masih berjalan dan tugas kuliah lumayan banyak juga, akhirnya niat tinggallah niat :)      Terus, sekarang sedang jeda sebelum masuk semester baru ka.. niatnya gak dilaksanakan? Nah.. itu dia masalahnya.. tapi sekaligus menjadi hal yang ku syukuri. Kok bisa? Ok.. jadi sebagai seorang introvert (tapi gaul -- lebih ke ambivert sebenarnya), s

Jangan takut, percaya saja.. :D

Kisah seorang kepala rumah ibadat bernama Yairus.. dia datang kepada Yesus dan meminta Yesus untuk menyembukan anaknya yang sedang kritis (hampir mati).. Yesus menerima permintaan Yairus, dan mereka pun berangkat... tapi, di perjalanan, ada banyak halangan ternyata yang menyebabkan mereka tidak sampai dengan cepat di rumah Yairus.... PERTAMA.. dalam perjalanan ini, Yesus diikuti oleh orang banyak. orang banyak itu berbondong - bondong dan berdesak-desakan, dan yang pasti itu akan menghalangi jalan mereka untuk bisa cepat sampai di rumah Yairus.. KEDUA... dalam perjalanan itu, seorang perempuan yang mengalami sakit pendarahan selama 12 tahun, memberanikan diri menyentuh jubah Yesus dan berharap dapat sembuh dari penyakitnya itu.. dan ajaib benar bahwa dia sembuh seketika... :-D tapi ceritanya tidak berhenti di situ... Yesus yang dijamah jubahNYA, merasakan ada kuasa keluar dari diriNYA dan Yesus berhenti lalu melihat sekelilingnya untuk mencari orang yang menyentuh jubahNYA.. pere