Langsung ke konten utama

"Sokinairramama"


Pada pertemuan pertama kelas Psikologi umum yang saya ikuti beberapa tahun lalu, dosen kami memberikan sebuah singkatan yang cukup aneh, namun masih teringat sampai sekarang. Ya, itu adalah “sokinairramama” yang merupakan singkatan dari sombong, kikir, nafsu, iri hati, rakus, malas, dan marah. Menurut beliau, ini adalah tujuh dosa yang harus dihindari jika ingin hidup bahagia dan mencapai kesuksesan.

Beberapa tahun setelah mengikuti kelas tersebut, saya membaca sebuah buku berjudul “Bebas dari 7 dosa maut” yang ditulis oleh Billy Graham, yang juga menyebutkan tujuh dosa maut. Dalam buku tersebut, Graham membahas tujuh dosa maut berdasarkan pembagian Paus Gregorius Agung yaitu kecongkakan, amarah, cemburu, percabulan, menjadi hamba perut (makan berlebih-lebihan, kelahapan), kemalasan, dan keserakahan. Sekalipun dosa-dosa ini tidak disebutkan sekaligus dalam satu nas Alkitab, tetapi ketujuh dosa ini dikecam keras pada banyak bagian di dalam Alkitab.

Pembagian ketujuh dosa ini mengingatkan kita bahwa dosa tidak hanya berbicara soal pembunuhan atau hal-hal yang nampaknya mengerikan saja, tetapi bahkan hal-hal yang kita anggap remeh dan terlalu biasa pun bisa jadi adalah dosa. Kita cenderung mendefinisikan dosa berdasarkan hal-hal yang nampak dan yang mungkin kita tidak lakukan atau hindari. Misalnya yang kita sebut dosa adalah mencuri, membunuh, berzina, menipu, korupsi uang negara, dan penipuan. Namun, Bridges dalam sebuah karyanya memberikan satu istilah bagi dosa-dosa yang dilakukan oleh orang-orang baik, bahkan dapat dilakukan sambil terus mengerjakan pekerjaan Tuhan, yaitu dosa sopan, misalnya ketidaksabaran, cepat marah, mengkritik tanpa kasih, dll. Dosa-dosa ini dikategorikan sebagai dosa sopan karena kita dapat melakukannya tanpa merasa bersalah atasnya, bahkan mungkin kita menikmatinya.

Kita juga dapat melihat bahwa dosa selalu dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Dosa tidak memilih siapa yang ingin dibelenggunya, melainkan semua manusia, tanpa terkecuali. Hal ini dapat juga kita saksikan di dalam Alkitab, dimana para tokoh Alkitab yang terkenal dan besar sekalipun, tetap jatuh dalam dosa. Musa, pemimpin bangsa Israel yang terkenal lemah lembut, jatuh dalam dosa sehingga tidak dapat masuk ke tanah Perjanjian. Abraham, Bapa orang beriman tetapi pernah berbohong dan meragukan janji Tuhan. Daud, seorang raja yang menjadi nenek moyang dari Yesus Kristus, pernah jatuh dalam dosa yang sangat mengerikan yaitu perzinahan, bahkan pembunuhan berencana atas Uria yang setia melayaninya. Belum lagi fenomena dalam kehidupan kita sehari-hari dimana kita mungkin menjumpai dan mengenal seseorang yang sangat aktif terlibat dalam pelayanan atau pekerjaan Tuhan, tapi akhirnya jatuh ke dalam dosa dan mungkin meninggalkan Tuhan. Bahkan kita mungkin bergumul dengan diri kita sendiri yang mengetahui kebenaran Firman Tuhan lalu ingin meninggalkan dosa tertentu tetapi mendapati diri kita jatuh dan jatuh lagi pada dosa yang sama. Sampai pada satu titik, mungkin kita menjadi putus asa dan merasa lelah untuk melawan dosa tersebut.

Hal-hal tersebut, tentu mengherankan bukan? Jika demikian, apa sebenarnya pengertian dari dosa? Mengapa dosa begitu mudah dilakukan? Dan adakah harapan untuk kita bebas dari kuasa dosa yang membelenggu kita? Alkitab mencatat dalam Rom. 3:23 bahwa semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Artinya, tidak ada seorang pun yang imun atau terlepas dari dosa. Dosa telah sedemikian dalamnya membelenggu hidup manusia sehingga menyebabkan rusaknya gambar dan rupa Allah di dalam diri manusia. Dengan kata lain, dosa telah menjadi natur dari manusia.

Alkitab juga memberikan catatan yang akurat bahwa dosa merupakan fakta dalam kehidupan sehari-hari yang tidak dapat dihindari. Berdasarkan Maz. 51:7, manusia telah berdosa sejak di dalam kandungan. Hal ini sejalan dengan pandangan reformed bahwa semua manusia telah terlahir dalam kondisi berdosa oleh karena mewarisi dosa Adam, yang adalah kepala dari umat manusia. Di mata Tuhan, Adam bukan hanya pribadi tunggal, namun kepala dari semua umat manusia. Karenanya, semua manusia berada dalam buah kandungan Adam, sehingga semua perbuatan Adam diperhitungkan menjadi perbuatan semua manusia yang diwakilinya. Artinya, dosa Adam telah diimputasikan atau diperhitungkan kepada semua manusia secara moral, bukan secara biologis.

Dosa Adam menjadi sumber untuk terjadinya dosa-dosa selanjutnya dalam kehidupan manusia, yang disebut actual sin. Jadi, kita berdosa bukan karena dilahirkan, tetapi karena kita pada dasarnya sudah berdosa dan telah melawan Allah sejak lahir. Dosa Adam tersebut tercatat di dalam Alkitab, yakni pada Kej. 3, sebagai kisah sejarah kejatuhan manusia. Jika dosa atau kejatuhan manusia telah terjadi sejak kisah penciptaan, maka pertanyaan yang mungkin muncul adalah apakah Allah juga menciptakan dosa atau Allah adalah penyebab kejatuhan manusia dalam dosa? Teologi Reformed meyakini bahwa dosa tidak berada di luar kehendak Allah, sekalipun dosa bertentangan dengan natur-Nya. Dosa ada di dalam rencana Allah, tetapi Allah tidak pernah merencanakan dosa.

Dosa bukan terjadi berdasarkan kehendak aktif atau kehendak positif Allah, melainkan terjadi dalam rangkaian event atau kejadian sebagai akibat dari pilihan bebas kita. Dalam kehidupan kita, Allah tidak pernah memaksa kita untuk jatuh di dalam dosa. Namun, Allah memberikan kehendak bebas yang sebenarnya diberikan dengan tujuan agar kita dapat menjalani proses dalam relasi kita dengan Allah, sayangnya kehendak bebas tersebut kita pakai untuk melayani kecenderungan hati kita yang berdosa.

Allah tidak pernah menjadi pencipta dosa, namun Allah menciptakan manusia yang memiliki potensi untuk berdosa. Hal ini terangkum dalam istilah Agustinus yaitu posse non peccare, artinya keberadaan yang bisa tidak berdosa. Pernyataan ini mengimplikasikan bahwa telah ada kemungkinan untuk berdosa dalam diri manusia sejak semula, meskipun aktualisasinya masih menjadi misteri yang takkan pernah bisa diselami. Namun, kenyataan ini tetap tidak dapat menjadi dasar untuk mengatakan bahwa Allah menciptakan dosa. Allah, tidak mungkin melakukan sesuatu yang bertentangan dengan natur dan kehendak-Nya. Singkat kata, Allah tidak menciptakan dosa, tidak menghendaki dosa, tetapi mengizinkannya masuk ke dalam rencana-Nya.

Hal ini akan menimbulkan pertanyaan sulit, bagaimana mungkin Allah mengizinkan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak-Nya? Tetapi mari kita coba berpikir demikian: bukankah dengan mengizinkan hal yang buruk dan mendatangkan kebaikan bahkan dari hal yang jahat pun, menunjukkan betapa Maha Kuasa-Nya Allah itu? Dalam hal ini, kita dapat melihat bahwa kejahatan tidak menggagalkan rencana Allah bagi umat-Nya, dan itu menegaskan bahwa segala sesuatu hanya dapat terjadi di dalam kontrol dan kehendak-Nya.

Dosa tidak pernah terpisah dari Allah dan kehendak-Nya. Karenanya, Alkitab menegaskan bahwa dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah. Namun, dosa bukanlah substansi atau bagian esensi dari natur manusia, sehingga dosa tidaklah permanen. Hal ini merupakan kabar baik, karena itu berarti bahwa dosa bisa diselesaikan. Fakta tersebut juga memungkinkan Yesus Kristus untuk mengenakan natur manusia, tetapi tidak berdosa. Selain bukan substansi, dosa juga bukanlah sesuatu yang berwujud, baik materi maupun spiritual. Dosa juga tidak memiliki keberadaan, tetapi merupakan kerusakan dari keberadaan, sehingga dosa sejatinya adalah fenomena etis yang merupakan hasil dari ketidaktaatan.

Dosa merupakan persoalan spiritual yang selalu harus dipandang dalam konteks relasi antara manusia dengan Allah. Karena itu, penyimpangan dan penyelewengan dari kehendak Allah, itulah dosa. Dosa dalam kaitannya dengan relasi antara Allah dan manusia, membuat hubungan antara Allah dan manusia menjadi rusak. Sehingga, dosa bukan hanya kejahatan moral tetapi rusaknya relasi antara Allah dan manusia. Dosa bersifat sangat destruktif dan merusak semua aspek hidup manusia. Ketika kita melakukan satu dosa, dosa tersebut dapat menuntun kita pada dosa berikutnya yang sekalipun berbeda, tetapi tetap sama-sama dosa. Seperti contoh yang dicatat di Alkitab, yaitu Daud. Awalnya hanya menginginkan Batsyeba, dan terus berlanjut hingga membunuh Uria, suami Batsyeba. Dosa juga meminta untuk terus dipuaskan dengan tingkat yang lebih tinggi. Contohnya, dosa nonton pornografi, yang awalnya berdurasi hanya 5 menit, makin lama makin panjang durasinya dan tidak akan puas jika kurang dari durasi yang sebelumnya. Tidak hanya itu, dampak buruk dari dosa tidak hanya ditanggung oleh pelakunya, tetapi juga berpengaruh terhadap orang di sekitarnya. Misalnya, pelaku pelecehan seksual akan menyebabkan korbannya menjadi pelaku juga. Selain dampak dosa yang begitu serius, konsekuensi dosa juga sangat serius karena upah dosa adalah maut (Rom. 6:23), yang berarti keterpisahan kekal dari Allah.

Jika dampak dosa sedemikian buruknya dan konsekuensi dosa begitu serius, apakah ada harapan untuk terlepas dari belenggunya? Kabar baiknya adalah, sekalipun manusia sebagai gambar dan rupa Allah telah rusak oleh dosa, namun gambar Allah dalam diri kita tidak sepenuhnya rusak atau tidak rusak total dalam pengertian sudah tidak ada harapan untuk diperbaiki lagi. Kebenarannya adalah gambar Allah rusak tetapi kita tidak berubah menjadi setan, hanya segala kecenderungan kita berubah arah dan bergerak melawan Allah. Oleh karena itu, pemulihan dapat terjadi atas anugerah dan kemurahan Allah semata melalui penebusan lewat kematian Yesus Kristus di kayu Salib.

Penebusan yang memulihkan itu, sekaligus juga melepaskan kita dari belenggu dosa dan menolong kita untuk memiliki kemampuan melawan dosa. Kemampuan melawan dosa ini tentu saja bukan berasal dari diri kita sendiri, namun dengan anugerah dan pertolongan dari Allah sendiri melalui Roh Kudus-Nya, serta dengan menyediakan perlengkapan yang kita butuhkan untuk berperang melawan dosa. Perlengkapan senjata Allah tersebut, seperti yang tercatat dalam Ef. 6:13-18.

Beberapa waktu yang lalu, saya menyadari akan satu dosa yang selama ini sangat aktif saya lakukan, yaitu minder. Berulang kali Tuhan berbicara tentang dosa ini lewat pengajaran dosen di dalam kelas-kelas yang saya ikuti, juga lewat saat teduh saya secara pribadi, tetapi saya tidak mau mengakuinya. Secara kognitif, saya tidak dapat menyangkal bahwa itu adalah dosa, namun saya tidak bertobat dan terus mencari pembenaran diri kalau saya sudah berusaha tetapi saya gagal lagi. Hingga suatu hari, lewat buku yang saya baca, Tuhan sekali lagi menegur saya bahwa bukan hanya perkara minder yang adalah dosa tetapi minder berarti saya tidak mensyukuri karya Tuhan dalam hidup saya, menolak pemberian-Nya yaitu diri saya sendiri, dan itu berarti saya pun sebenarnya menolak Allah. Menolak Allah dapat juga diartikan sebagai kesombongan. Akhirnya pada hari itu juga saya berlutut, mengakui dosa dan mohon ampun pada Tuhan yang telah saya tolak karena tidak menerima diri saya sendiri. Apakah setelah itu saya langsung menjadi tidak minder lagi? Tidak juga. Tetapi, saya jadi lebih berhati-hati dan belajar mensyukuri pemberian Tuhan dalam diri saya.

Di dalam persekutuan dengan Kristus, dosa kita juga telah diampuni tetapi selama kita masih dalam proses pengudusan, kita akan terus berhadapan dengan realita kejatuhan kita ke dalam dosa. Karena itu, yang dapat kita lakukan adalah mengakui dosa kita dengan segera, memohon pengampunan dari Allah, dan membenci serta meninggalkan dosa tersebut. Bagi kita yang bersedia mengakui dosa kita dan mau meninggalkannya, tersedia pengampunan dari Allah yang setia dan adil itu (1 Yoh. 1:9). Mari kita terus berjaga-jaga dan memeriksa diri kita karena tidak ada dosa yang terlalu remeh yang tidak membawa kepada maut. Namun kita juga harus berani mengakui dan memohon ampun atas dosa kita karena Allah kita Maha Pengampun.

Sumber:
Adhinarta, Yuzo. “Kerusakan Total”. Catatan Kelas Reguler Antropologi, Hamartiologi, & Soteriologi. Kampus STTRI, Jakarta Selatan. 02 Oktober 2019.

Bavinck, Herman. Reformed Dogmatics, vols. 3. Grand Rapids: Baker Academic. 2006.

Bridges, Jerry. Disiplin Anugerah: Peran Allah dan Peran Kita dalam Mengejar Kekudusan. Terj. Samuel Tumanggor. Bandung: NavPress. 2015.

Graham, Billy. Bebas dari 7 dosa maut. Terj. H.P. Nasution. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 2014.

Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah. Terj. Irwan Tjulianto. Surabaya: Momentum. 2008.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kok Masih Single?

Dari skala 0-10, seberapa greget  kamu dengan pertanyaan ini? (0 sangat tidak greget , 10 sangat amat greget ) :D sila dijawab sendiri .. ๐Ÿ˜‰๐Ÿ˜… Photo by Alex Blฤƒjan on Unsplash Yup, pertanyaan ini merupakan salah satu pertanyaan yang umumnya bikin greget hingga greget bingizt,  dihindari, dan atau dikategorikan sebagai pertanyaan yang sensitif. Sebagian besar orang beranggapan bahwa status dalam berelasi merupakan ranah pribadi bagi mereka, sehingga tampak kurang sopan jika mencoba membahas hal tersebut. Karena itu, menanggapi pertanyaan ini juga muncul beragam respons yang menurut hemat saya, kadang kala bukan untuk menjawab pertanyaannya, tetapi lebih kepada “menghindar” a.k.a ngeles. Namun, tujuannya bisa dipahami juga sih, yaitu supaya tidak dibahas lebih lanjut, dan mungkin ada juga yang ingin memberikan “efek jerah” kepada orang-orang yang menanyakan hal tersebut. Well , apapun motif di balik respons yang diberikan, bukan itu yang ingin saya bahas. saya juga tidak sedang ingin men

Menggandeng Rasa Takut!

Photo by  Thought Catalog  on  Unsplash      Sejak pandemi Covid-19, saat semua orang diwajibkan untuk #dirumahaja (meskipun ada juga yang tidak bisa melakukannya karena situasi dan kondisi hidup yang tidak mudah), saya begitu terkesima menyaksikan banyak sekali teman yang menghasilkan konten kreatif dan menarik di lini massa, baik itu YouTube, Instagram, podcast, dll. Webinar dan pertemuan-pertemuan online juga bak jamur pohon sehabis musim hujan, lumayan banyak bermunculan :D Oh ya, awalnya saya juga berpikir, bagaimana saya bisa contribute something di masa-masa pandemi ini ya.. sebenarnya waktu itu ada beberapa ide yang muncul, tapi karena kuliah masih berjalan dan tugas kuliah lumayan banyak juga, akhirnya niat tinggallah niat :)      Terus, sekarang sedang jeda sebelum masuk semester baru ka.. niatnya gak dilaksanakan? Nah.. itu dia masalahnya.. tapi sekaligus menjadi hal yang ku syukuri. Kok bisa? Ok.. jadi sebagai seorang introvert (tapi gaul -- lebih ke ambivert sebenarnya), s

Jangan takut, percaya saja.. :D

Kisah seorang kepala rumah ibadat bernama Yairus.. dia datang kepada Yesus dan meminta Yesus untuk menyembukan anaknya yang sedang kritis (hampir mati).. Yesus menerima permintaan Yairus, dan mereka pun berangkat... tapi, di perjalanan, ada banyak halangan ternyata yang menyebabkan mereka tidak sampai dengan cepat di rumah Yairus.... PERTAMA.. dalam perjalanan ini, Yesus diikuti oleh orang banyak. orang banyak itu berbondong - bondong dan berdesak-desakan, dan yang pasti itu akan menghalangi jalan mereka untuk bisa cepat sampai di rumah Yairus.. KEDUA... dalam perjalanan itu, seorang perempuan yang mengalami sakit pendarahan selama 12 tahun, memberanikan diri menyentuh jubah Yesus dan berharap dapat sembuh dari penyakitnya itu.. dan ajaib benar bahwa dia sembuh seketika... :-D tapi ceritanya tidak berhenti di situ... Yesus yang dijamah jubahNYA, merasakan ada kuasa keluar dari diriNYA dan Yesus berhenti lalu melihat sekelilingnya untuk mencari orang yang menyentuh jubahNYA.. pere